Oleh : Rendy Prakoso
Penulis asli : A. Novi
Penerbit : Lamafa Republika tahun 2013
Bacharuddin Jusuf Habibie atau yang sering kita dengan Habibie lahir pada tanggal 25 Juni 1936 di Parepare, Sulawesi Selatan. Beliau adalah tokoh penting Bangsa Indonesia.Tidak cuma penting, ia juga pernah begitu popular. Bukanya menyebut sebuah profesi (seperti dokter, presiden, menteri dan lainnya), pada masa orde baru, sebagian anak Indonesia menyatakan kelak ingin menjadi Habibie ketika ditanya cita-cita mereka. Tetapi pada masa sekarang tampaknya tidak lagi banya anak yang ercita-cita menjadi Habibie. Entah kalah popular dengan “Gangnam Style”, Cherrybelle, atau yang lainnya, sekarang Habibie hanya menampakkan sisa-sisa kemasyurahannya di masa lampau yang jauh dalam memori kolektif anak bangsa kita. Jika saat ini anak-anak diajukan pertanyaan seperti “siapa Habibie?” mungkin mereka akan menjawab “si jenius dan membuat pesawat terbang” atau “Presiden ke-3 Republik Indonesia. Jawaban itu menunjukkan bahwa anak-anak sekarang telah “berjarak” dan tak lagi menjadikan Habibie sebagai Inspirasi.
Bacharuddin Jusuf Habibie adalah anak keempat dari delapan bersaudara, putra dari Bapak Alwi Abdul Djalil Habibie dan Ibu R.A. Tuti Mariani Puspowardojo. Ayah Habibie meninggal saat Habibie berusia 13 tahun. Beliau meninggal saat mengerjakan sholat isya’. Sepeninggal sang ayah, maka Ibunda Habibie lah yang mendidik dan membesarkan anak-anaknya, termasuk Habibie. Semasa kecil Habibie diasuh dan dibesarkan oleh ayahnya sebagai orang Islam. Bahkan sang ayah mendatangkan orang Arab yang fasih untuk mengajari anak-anaknya membaca Al-Qur’an. Ayanhnya memang kuat dan taat dalam hal Agama. Wajar jika anak-anaknya dididik dengan berlandaskan agama. Sepeninggal sang ayah, maka Ibunda Habibie harus meneruskan hidup dan mengurus keluarga beserta anak-anaknya. Saat itu ibunda Habibie sedang mengandung tujuh bulan. Mereka pindah ke Jawa. Bandung adalah kota yang dipilih, sebab menurut sang ibu, Bandung merupakan kota yang memiliki sekolah yang bagus saat itu. Kiranya dapat diketahui bahwa salah satu alasan perpindahan mereka ke Jawa terkait dengan masa depan anak-anaknya. Habaibie di Bandung sekolah di SMP 5 Bandung. Di Bandung Habibie dititipkan kepada kolega Ayahnya, yaitu pak Soejoed, dari rumah pak Soejoed, Habibie kemudian kost dirumah keluarga Samsudin.
Lulus dari SMP 5 Bandung, Habibie melanjutkan sekolah di SMAK (Sekolah Menengah Atas Kristen yang sebelumnya dikenal dengan nama Lycium. Habibie merupakan murid paling muda. Suaedah Djumiril yang saat itu seangkatan dengan Habibie terhitung tiga tahun lebih tua daripadanya. Habibie cukup menonjol dan berprestasi, terutama mata pelajaran eksakta. Tetapi dalam mata pelajaran hafalan, nilai Habibie sedang-sedang saja. Mata pelajaran eksakta nampaknya memang wilayah kesukaan Habibie. Jika pada saat ujian teman-teman Habibie sibuk membolak-balikkan buku pelajaran untuk belajar menjelang ujian, Habibie tenang-tenang saja, namun begitu, Habibie dapat mengerjakan soal dengan baik, bahkan mendapatkan nilai sempurna. Walau begitu Habbie bukanlah orang yang sombong. Saat ujian, sekalipun dia sudah selesai mengerjakan soal, dia tetap duduk di dalam kelas dan berpura-pura berfikir.
Lulus dari SMAK pada tahun 1954, Habibie kemudian melanjutkan studinya ke Fakultas Teknik UI tepatnya pada departemen Elektro, yang kemudian menjadi ITB. Sebagai mahasiswa baru, Habibie langsungg menjadi pusat perhatian. Semua itu berasal pada acara plonco, atau sekarang yang dikenal dengan istilah OSPEK. Pada saat itu Habibie masuk pada regu II. Nama plonconya adalah “bangsat”. Bagi para senior di kampus, Habibie merupakan mahasiswa yang menyenagkan dan lincah..
Studi Habibie di ITB tidaklah lama. Namun begitu, Habibie telah menunjukkan kualiistasnya. Habibie hanya sampai pada Sarjana Muda pada semester pertamanya, Habibie melanjutkan kuliahnya di Jerman pada tahun 1955. Pada saat di Jerman, Habibie juga aktf di Organisasi Mahasiswa. Organisasi tersebut adalah PPI (Persatuan Pelajar Indonesia). Salah satu keberhasilan Habibie pada saat itu adalah bisa mewujudkan cita-cita Habibie untuk memperkenalkan budaya Indonesia di Dunia yaitu dengan melaksakan Seminar Pembangunan. Salah satu hal yang perlu di contoh dari sifat Habibie adalah kerja kerasnya, komitmen yang tinggi, dan rela berkorban demi Negaranya.
Salah satu mimpi Habibie adalah mengembangkan Industri Penerbangan di Indonesia. Hal itu bermula karena pada saat lulus dari studinya, Habibie bekerja di Jerman sebagai pakar mengenai dunia penerbangan. Gelar Doktor pun juga dia sabet dengan predikat yang memuaskan. Pada saat Habibie bekerja di MMB, Habibie mengajak teman-temannya yang ada di Indonesia untuk mau bekerja di sana dengan jaminan reputasinya. Hal itu di lakukan semata-mata untuk membangun perindustrian penerbangan di Indonesia. Habibie adalah orang yang berkomitmen dengan apa yang dipilihnya. Segalanya dia berikan, baik itu kepandaiannya, tenaganya, maupun waktunya.
Tidak salah memang jika kita menyebut Habibie sebagai si jenius dari Indonesia. Terbukti dengan berhasilnya pembuatan pesawat terbang N-250. Pada saat penerbangan pertama juga di saksikan oleh Presiden Soeharto. Mengangkasanya N-250 menawarkan harapan bagi terus maju dan berkembangnya industry pesawat terbang Indonesia. Tapi sejarah telah mencatat bahwa awan gelap telah mengintai langit Indonesia. Semuanya bermula ketika krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997.
Pada saat krisis ekonomi Indonesia pada tahun 1997/1998 itu juga mengantarkan Habibie menjadi RI-1. Banyak poin yang dapat kita petik dari sedikit kisah hidup Habibie, adalah manusia Indonesia dengan visi misi yang jelas bagi bangsa ini. Semangatnya yang berkobar-kobar sebagaimana terlihat dari sorot matanya apabila berbicara seolah akan hidup selamanya. Hidupnya, tenaganya, pikirannya, keahliannya, dan dedikasinya untuk Negara dan bangsa ini, sebagai generasi pembangunan!
0 comments:
Post a Comment